Michelle Laurentia

Kisah ini saya mulai dari semenjak hamil Michelle anak kedua kami, di usia saya yang ke 36 tahun. Menurut buku yang saya baca, kebanyakan anak Down Syndrome lahir dari ibu yang berusia 35 tahun keatas. Walaupun itu bukan patokan baku, sebab ada juga beberapa ibu muda yang melahirkan anak Down Syndrome, bahkan anak pertamanya..!  Sewaktu hamil saya tidak merasakan ada kelainan apa-apa, hanya ada sedikit flek saat hamil 2-3 bulan dan saya di beri vitamin serta disuruh istirahat selama dua minggu.

Namun sebagai Marketing Eksekutif pada sebuah Training Center
untuk para kalangan bisnis, saya aktif bekerja kesana kemari, bahkan ke
Surabaya saat hamil 4 bulan. Saya tidak merasakan capek atau kelelahan. Saya sangat menyukai pekerjaan saya ini, sebab saya sering dapat ikut training gratis. Training yang saya sangat sukai adalah "Brain Power For Mother".
Dalam training tersebut saya dapat belajar banyak mengenai bagaimana
mendidik anak yang penuh pengetahuan tentang : perasaan, sifat dan karakter anak sehingga kita bisa mendidiknya dengan kasih sayang (walaupun prakteknya tidaklah mudah).

Sejak saya tahu bahwa janin bisa mendengar dan bisa belajar dari dalam kandungan, maka mulai anak pertama Dave (kakak Michelle yang sekarang sudah berusia 7.5 tahun) saya punya kebiasaan suka memperdengarkan musik dan membacakan buku2 cerita terutama Buku Cerita Alkitab, serta mengajak anak kami ngobrol sejak janin saya berumur 1 bulan. Menurut para ahli ini sangat dapat membantu perkembangan otak bayi, sehingga anak kami memang cerdas.
Umur 1.5 tahun sudah dapat berbicara, umur 2 tahun lebih dia sudah dapat menceritakan kembali. Buku cerita Alkitab yang sering dibacakan untuk dia dan dapat menghafal beberapa lagu anak2 maupun lagu rohani (kami menyebutnya lagu kerajaan).


Maka selagi hamil Michelle pun saya sering memperdengarkan
musik, membacakan Buku Cerita Alkitab dan mengajak Michelle berbicara,(pengetahuan ini saya yakini sebagai anugerah dan kasih yang tak terhingga dari Allah yang sangat kami kasihi  Allah Yehuwa),  saya sangat yakin  hal ini dapat membantu perkembangan otak Michelle,  itu juga  saya tidak tahu adanya kelainan pada janin saya.

Michelle adalah nama pilihan untuk puteri kedua kami yang lahir
di usia saya yang ke 37 tahun. Sewaktu Michelle baru lahir, dokter
mengatakan anak kami Down Syndrome.. Saya waktu itu tidak mengerti apa itu DS? dan saya tidak dapat menerima keterangan dokter anak waktu itu, saya menangis dan menangis. Saya membanding-bandingkan wajah michelle dengan wajah bayi2 lainnya yang ada di foto2 pajangan di rumah sakit (sebab kata dokter salah satu ciri anak DS hidungnya pesek dan jarak antara kedua mata dekat). Saya perhatikan kok banyak juga bayi2 yang hidung pesek seperti Michelle apa semua DS? Apalagi kata dokter tidak ada kelainan pada garis tangan Michelle, sebab salah satu ciri DS adalah ada kelainan jantung bawaan. Dan juga garis-garis tangan Michelle seperti  anak-anak normal pada umumnya.

Maka saya dianjurkan tes darah untuk memastikan adanya kelainan genetik atau yang umum dalam istilah kedokteran disebut "Trisomi 21". Dengan harap-harap cemas kami memutuskan cek darah, kami masih berharap dari hasil cek darah ini bahwa dugaan dokter anak itu tidak benar, namun hasil tes darah menyatakan positif 'Trisomi 21'.!

Bahkan sampai rumahpun kami masih belum bisa menerima hal ini,
dan merasa apakah mungkin anak ini tertukar atau di tukar sewaktu di RS?!
Kami belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Sungguh bukan kami tidak sayang Michelle, tapi rasanya kok tidak mungkin hal ini menimpa anak saya Michelle.

Namun sepulang dari RS adik-adik saya penuh perhatian, mereka
mencari informasi banyak mengenai DS dari internet dan memberi kami buku yang membahas semua hal yang berhubungan dengan DS dan juga buku yang membantu meningkatkan intelegensia bayi berjudul "efek Mozard".

 

Buku2 ini memberikan semangat bagi saya untuk terus berjuang dan
berupaya semaksimal mungkin bagi Michelle, sebab ada banyak contoh yang menyatakan anak DS TIDAK SAMA dengan ANAK CACAT MENTAL!! Ini patut di ingat dan dicatat oleh ibu2 sekalian. Anak DS bukan ANAK CACAT MENTAL!! Sebab banyak orang mempunyai anggapan yang amat keliru mengenai anak DS, sehingga orangtua mereka membiarkan anak DS berkembang tanpa sentuhan kasih sayang
dan perhatian, bahkan ada yang ditelantarkan di panti2 asuhan oleh orangtua mereka mengapa?  Karena orangtua mereka MALU mempunyai  anak DS (yang kata banyak orang sama dengan CACAT MENTAL).

Adik saya sangat marah saat temennya menyatakan anak saya CACAT
MENTAL, walaupun secara fisik sama misalnya mulut sering menganga dan ada pula yang mengeluarkan air liur, namun sebenarnya berbeda. Apa bedanya? Anak cacat mental tidak bisa apa-apa bahkan ada yang tidak bisa bicara. Hanya berteriak-teriak saja. IQnya bisa dibawah 30. Anak DS masih ada kemungkinan untuk di didik menjadi seperti anak-anak normal sebab IQ anak2 berkisar antara 60-70. Walaupun ada juga yang dibawah itu.

Patut diingat adalah : Anak DS bila diberi perhatian dan kasih
sayang  akan tumbuh menjadi anak yang tidak kalah cerdas dengan anak2 normal lainnya,  beberapa dari mereka bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, bahkan mengabdikan dirinya menjadi guru bagi anak2 DS lainnya.

Selesai membaca buku "Efek Mozart",  saya setiap hari dari pagi  sampai malam terus memperdengarkan musik klasik Mozart pada Michelle, dan setiap hari pula  kami berharap dan selalu berdoa  untuk kemajuan putri  kami Michelle.

Walaupun waktu itu saya tidak melihat adanya perubahan apa-apa, kami
sekeluarga bekerjasama terus menerus merangsang otaknya dengan
memperdengarkan musik, mengajak Michelle bicara bernyanyi dsb.

Sewaktu Michelle berumur hampir 3 bulan, masa cuti saya hampir habis, dan saya sudah harus bekerja dan meninggalkan Michelle di rumah dengan adik saya.
Sungguh sangat berat keputusan yang saya ambil, sebab kondisi ekonomi kami saat itu sudah sangat kritis. Dalam keadaan demikian kami berdoa mohon petunjuk dari Allah Yehuwa, dan esok harinya saya tiba2 merasa sangat tidak tega untuk meninggalkan Michelle dirumah walaupun saya di ijinkan untuk bekerja part time, saya tetap tidak tega. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti  bekerja  demi merawat Michelle. sekuat tenaga dan kemampuan saya..

Antara umur seminggu sampai 3 bulan Michelle sering muntah2 dan
mencret2, sampai matanya mendelik-delik, saya sering tidak tidur semalaman,takut dia mendadak muntah dan tidak ada yang tahu. Dalam keadaan demikian, saya duduk dan semalaman Michelle tidur dalam pangkuan saya.

Terakhir baru ketahuan ternyata dia alergi dengan protein susu sapi, maka sejak itu susunya diganti dengan susu soya (susu kedelai kalengan). Umur 5 bulan kami terapi Michelle supaya bisa cepat berjalan, terapi motorik kasar.

Umur 6 bulan sampai 7 bulan saya mulai cemas sebab Michelle
tidak bisa menegakkan kepala apalagi duduk. Dan berat badannya dalam satu bulan hanya naik 1 ons. Atas anjuran dari sahabat saya, kami mulai mencoba refleksi, sebab anak DS pencernaannya kurang bagus dan hasil dari refleksi dapat membantu memperbaiki pencernaannya. Ini penting sebab pencernaan yang kurang baik membuat makanan tidak diserap dengan baik. Penyerapan yang kurang baik membuat seluruh tubuh termasuk otak tidak berkembang dengan baik. Maka kami memilih terapi refleksi sebagai satu-satunya alternatif, buat perkembangan
seluruh tubuh dan otak Michelle.

Terapi yang lain kami hentikan, sebab ahli refleksi dan Jhi Kung, Mr Hok Seng tidak mau dicampur dengan terapi2 lainnya.

Untuk melakukan terapi refleksi itu, saya harus berjalan kaki
dari rumah sambil menggendong Michelle tiap pagi sekitar jam 09.00 sambil membawa tas dan payung, sebab kebetulan sekali tempat refleksi dekat dengan rumah saya, kira-kira jaraknya 300-400 m.

Setelah refleksi hampir 6 bulan, mulai kelihatan hasilnya.
Michelle mulai kelihatan lincah, bisa duduk dan bisa berdiri tegak, bisa
dititah untuk berjalan. Walaupun kakinya kelihatan kuat. Michelle masih
belum begitu mau dititah untuk berjalan. Dia lebih suka duduk atau berjalan dengan pantatnya (ngesot).

Umur 15 bulan dia mulai bisa memanggil papa, umur 18 bulan mulai
memanggil mama. Pertama dia bisa memanggil mama saya merasa sangat senang, tidak ada yang lebih membahagiakan selain mendengar Michelle bisa memanggil mama.Tidak lama kemudian nama pertama yang bisa dia sebut adalah..Coba tebak nama siapa? Salah bukan nama saya atau papanya tapi nama Allah Yehuwa.! Air mata berlinang
mendengar Michelle bisa mengucapkan nama Yehuwa dengan jelas. Michelle tahu berterimakasih pada Allahnya! Saking senangnya menyebutkan nama Yehuwa saat ditanya siapa nama mamanya dia jawab Yehuwa padahal nama saya Sofia.

Walaupun dia belum berumur 2 tahun waktu itu.sudah cukup banyak kata2 yang bisa diucapkannya, diantaranya  kalau saya nelpon dia sering tanya 'ada apa ya?'


Kami kemudian mulai melatih Michelle berjalan dengan mengikatkan
selendang pada dadanya, dengan demikian keberaniannya mulai bertambah untuk berjalan sendiri. Hari demi hari berlalu, hingga umur 2 tahun lebih 3 bulan Michelle mulai bisa berjalan sendiri. Matanya sudah bisa terlihat stabil, tidak bergerak-gerak seperti mata boneka. Walaupun masih terlihat juling.

Pertama kali saya datang ke pertemuan ISDI adalah waktu Michelle
belum berumur 2 tahun, yaitu pada waktu ada barbeque. Waktu itu kami sangat bersemangat ingin melihat anak2 DS lainnya yang seumur maupun yang sudah besar. Kami ingin tahu seperti apa Michelle jika sudah besar nanti?  begitu sampai ditempat pertemuan kami melihat-lihat kesana kemari, tingkah pola anak2 DS yang berumur 10 tahun maupun yang sudah umur 16-17 tahun dan yang sudah lebih dewasa lagi.

Kami banyak bertanya dengan orangtua anak2 tadi, layaknya seperti
wartawati. Kami mengamati tingkah pola mereka ketika bermain, berlomba, menari dan memainkan musik. Apa kesimpulan kami? Kesimpulan kami, kalau tidak terpaksa jangan menyekolahkan anak DS ke sekolah Tuna Grahita (tempat anak2 cacat mental) mengapa? Karena dengan menyekolahkan mereka ke sekolah Tuna Grahita, mereka akan meniru tingkah pola anak2 cacat mental yang ada disana, dengan demikian pula kita sebagai orangtua memberi batasan sesuai
dengan kemampuan anak kita 'dibawah anak normal'. Padahal kita ingin
menggali semaksimal mungkin Inteligensia anak DS mendekati anak2 normal lainnya. Bagaimana mereka seperti anak2 normal kalau dari awal mereka sudah diberi  batasan? Saya rasa sulit,.terus terang bukannya saya merendahkan anak2 yang menyekolahkan anaknya di sekolah Tuna Grahita.

Saya menangis sewaktu pertama kali melihat kepandaian anak2 DS
yang bisa menjadi "pembawa acara", bisa menari, bisa memainkan organ dsb.
Saya sangat terharu dan semangat serta tekad kami untuk mendidik Michelle semaksimal mungkin semakin dipacu melihat ada banyak keberhasilan yang dicapai oleh banyak anak2 DS di ISDI.

Bagaimana dengan keluarga ISDI yang ada nun jauh disana, yang
tidak bisa datang dan melihat kemajuan yang dicapai anak2 DS? Kami para orangtua ISDI memberi semangat dari jauh, agar kita dapat terus berjuang mendidik anak2 kita dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Anak2 DS amat perasa, sedikit saja dimarahi dia akan menangis dan sedih, sebaiknya anak2  DS perlu  perhatian  penuh dan kasih sayang.

Maka didiklah anak2 ini dengan lemah lembut, walaupun kami tahu itu
sangat tidak mudah, dalam kondisi sekarang yang serba penuh problem. Kalau ada yang bisa saya bantu, kami sangat senang membagikannya untuk segenap anggota keluarga ISDI melalui surat ataupun telepon.


Dua bulan terakhir ini Michelle terus menjalani terapi refleksi ditambah
dengan ramuan dari China, penemuan yang baru untuk menambah inteligensia otak kira2 60%. Kami sangat merasakan kemajuan pesat dari obat China ini selama 2 bulan terakhir, Michelle bisa menirukan beberapa kata-kata walaupun satu kata, dan mengerti bila disuruh misalnya tutup pintu, ambil HP, bola, dll.

Michelle sudah mengerti kalau disuruh hal-hal tertentu, tapi sekarang lebih banyak lagi yang dia bisa.Apa harapan kami? Semoga kita semua anggota ISDI dapat bahu membahu membantu anak2 kita menjadi makin pandai, makin maju, sehingga kelak di kemudian hari mereka bisa mandiri dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. SUKSES buat ISDI!! Kami berharap setelah hari kiamat nanti, di Bumi yang baru tidak akan ada lagi anak-anak DS seperti anak-anak kita, yang harus berjuang keras untuk bisa menjadi sama dengan anak-anak normal lainnya. Mengapa? Sebab mereka semua sudah menjadi manusia-manusia
yang sempurna.tanpa adanya kekurangan akibat ketidaksempurnaan dan dosa asal manusia. Bagaimana mungkin?! Silahkan kirim surat pada (papa & mama Michelle).

Sofia Ningsih – Ibunda Michelle Laurentia

Biodata Michelle Laurentia :

Nama                             : Michelle Laurentia

Tempat tgl lahir           : Jakarta, 21 November 2001

Anak ke                        : 2 dari 2 bersaudara

donate
About Us

ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia or Indonesian Down syndrome Society) was formally established on 21 st April 1999. A non-profit support group of parents, medical professions, special-needs experts, teachers, and all of those who have deep concern.

We, as parents are very concerned of the future of children with Down syndrome in Indonesia especially when little is done to support them by the government or other non-profit organizations.

We so look forward towards a better future by sharing our experiences and supporting each other in our monthly gatherings. This way we gain knowledge and our children benefit from our experiences.

Events Schedule